PKS dari Partai Dakwah Menuju Partai Terbuka

JAKARTA--MICOM: Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai sudah meninggalkan semangat Pan-Islamisme, yakni kesatuan umat Islam yang melintasi batas negara dan bangsa. Sekaligus, memupus anggapan selama ini yang mempersepsikan PKS Islam Timur Tengah atau membawa syariat Islam Timur Tengah.

Sebaliknya, kini PKS yang sudah menjadi partai terbuka, lebih mendekati nilai-nilai kultural atau tradisi lokal keindonesiaan. Hal itu diungkap pengamat politik LIPI Fachri Ali di Jakarta, Sabtu (19/2).

Oleh karena itu, kata Fachri Ali, wajar jika sebelumnya PKS tidak menjejakkan kesadaran politik pada sejarah Indonesia. Terbukti, dulu mereka tidak terlalu peduli terhadap nilai dan budaya Indonesia. ”Tapi sekarang, paradigma PKS sudah berubah. Mereka mulai berdekatan dengan nilai-nilai dan tradisi lokal. Buktinya, mereka menggelar munas di Bali lalu menghelat mukernas di Yogyakarta. Itu bukti,” kata Fachri.

Apalagi, lanjut Fachri Ali, Mukernas PKS pada 24-27 Februari di Yogyakarta rencananya akan dibuka oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X). ”Artinya, sudah terjadi pembalikan kesadaran berpolitik di internal PKS. Dan ini merupakan cara sistematis yang baik untuk menunjukkan keindonesiaan PKS,” jelas Fachri.

Perubahan itu, sambung Fachri, didasari oleh strategi politik. Mungkin, PKS sudah ancang-ancang untuk meninggalkan jargon sebagai partai dakwah. Karena yang terpenting, bagaimana partai bisa terus berkembang. ”Apa yang mereka lakukan hari ini karena mereka sudah ada di lingkar kekuasaan. Berbeda dengan dulu saat PKS masih hanya sebagai kekuatan pinggiran,” ungkap Fachri.

Pengamat politik yang juga cendikiawan muslim UIN Syarif Hidayatullah Bachtiar Effendi, menyatakan sebagai sebuah partai, PKS kini semakin matang dan dewasa dalam berpolitik. Itu terlihat dari pilihan sikap PKS menjadi partai terbuka dan mulai menunjukkan keindonesiaannya. ”PKS semakin lama semakin dewasa karena mulai menyadari bagaimana konteks politik dalam bingkai keindonesiaan,” ulas Bachtiar.

Pada 1999 dan 2004, kenang Bachtiar, PKS belum seperti sekarang ini. Kala itu, identitas basis tradisional PKS yang lebih menonjol dibanding mengusung nilai-nilai keindonesiaan. ”Tapi sekarang sudah berubah. PKS mulai melakukan pribumisasi dengan memunculkan nilai-nilai keindonesiaan dalam berpolitik. Itu yang saya maksud PKS semakin matang dan dewasa,” ucap Bachtiar.

Sementara itu, pengamat politik Alfan Alfian melihat sudah ada upaya dari elite PKS bahwa mereka entitas politik yang tidak eksklusif. Sehingga mau menerima masukan-masukan dari eksternal partai. ”Tak hanya itu, mereka juga menunjukkan tidak lagi bernuansa transnasional tapi lebih mengedepankan nilai kultural Indonesia. Dan itu terlihat dari penampilan fisik maupun materi pemikiran dua tokoh PKS, Anis Matta dan Fachri Hamzah,” jelas Alfan.

Alfan Alfian menjelaskan, sejak munas di Bali PKS sudah menjadi partai terbuka. Dilanjutkan dengan pertemuan di Ritz Carlton yang kembali menegaskan hal itu. ”Terakhir, menjelang mukernas di Yogya sekarang ini. PKS kembali menegaskan dirinya bukan lagi partai Islam yang eksklusif tapi inklusif dan mengakomodasi kalangan nonmuslim." (AO/OL-8)
thumbnail
About The Author

Ut dignissim aliquet nibh tristique hendrerit. Donec ullamcorper nulla quis metus vulputate id placerat augue eleifend. Aenean venenatis consectetur orci, sit amet ultricies magna sagittis vel. Nulla non diam nisi, ut ultrices massa. Pellentesque sed nisl metus. Praesent a mi vel ante molestie venenatis.

0 komentar